Diposting oleh
Manajemen Bencana untuk Keamanan Nasional on
Akhir-akhir ini saya sering berpikir mengenai Black Metal dan
Satanisme. Saya teringat sebuah posting di milis Indogrindsick yang
menanyakan bagaimana caranya menjadi anggota gereja setan, gimana
caranya mendapatkan buku Satanic Bibble, dsb. Saya juga teringat dengan
fellow local scenester of mine yang mengirim surat ke salah satu distro
di Jakarta dan meminta info seputar scene underground lokal, dan jawaban
dari distro tersebut cukup mengejutkan. Di surat tersebut si pemilik
distro (entah siapa) mengatakan bahwa Punk, Hardcore dan Black Metal
sebaiknya enyah dari bumi Indonesia.
Saya tidak akan menanggapi komentarnya mengenai punk dan hardcore,
karena saya memang tidak peduli. Yang menarik adalah komentarnya
mengenai Black Metal. Ia mengatakan bahwa band-band Black Metal
Indonesia itu seperti Srimulat, seperti pelawak. Saya tidak ingat
penjelasannya mengenai hubungan band Black Metal lokal ini dengan
srimulat. Yang jelas alasan ketidaksukaannya terhadap band Black Metal
lokal karena band lokal kita, tidak seperti band luar, beraninya
menghina agama orang lain bukannya agama sendiri.
Dari tulisan tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa band Black
Metal lokal kita, jika ingin hebat dan diakui seperti band Black Metal
luar harus berani menghujat dan mencerca agamanya sendiri, dalam hal ini
Islam yang merupakan agama dengan penganut terbesar di
Indonesia….Kedengaran bodoh ya?
Ini yang membuat saya terusik, apakah memang menghujat agama sendiri
itu merupakan suatu keharusan dalam Black Metal? Trus alasannya apa?
Dengan pertanyaan ini didalam kepala, saya mencoba mencari jawaban
….dengan browsing di internet tentu saja. Dan dengan berkunjung ke
beberapa situs dan membaca beberapa artikel dan interview, akhirnya saya
punya kesimpulan seperti ini: Satanisme dalam Black Metal menurut saya
terbagi dua, sekedar gimmick (image yang dibentuk hanya untuk keperluan
publisitas) dan way of life. Contoh Black Metal yang sekedar gimmick
adalah Venom, Bathory dan tentu saja Cradle of Filth dan juga hampir
semua band Black Metal diluar wilayah Norwegia. Mengenai band-band
Norwegia ini, orang-orang Inggris dulu sering menertawakan mereka karena
mereka (Band Norwegia) justru lebih serius dalam menanggapi Venom.
Menanggapi ledekan dari orang-orang Inggris ini, para pengikut Black
Metal di Norwegia mengancam akan menyerang band-band Inggris yang
melakukan tur di Norwegia, seperti yang akhirnya dialami oleh Paradise
Lost.
Satanisme sebagai way of life dalam Black Metal dipelopori oleh
band-band Norwegia seperti Mayhem, Burzum dan Darkthrone di akhir 80-an
dan awal 90-an. Dengan Oystein Aarseth (alias Euronymous, gitaris
Mayhem) sebagai orang nomor satu dan Varg Vikernes (alias Count
Grishnackh, Burzum) sebagai tangan kanannya, Inner Circle dengan kedua
belas anggotanya termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor) dan Fenriz
(Darkthrone) memimpin komunitas Black Metal Norwegia. Inner circle
inilah yang menentukan arah pergerakan Black Metal di Norwegia, mereka
lah yang menyusun rencana yang nantinya akan dilaksanakan oleh mereka
yang berada di Outer Circle. Dan terbakarlah sekitar 14 gereja sejak
1992 dan beberapa penyerangan terhadap band-band metal yang tidak
sepaham dengan mereka.
Tokoh paling populer dalam pergerakan Black Metal Norwegia ini tentu
saja adalah Kristian Vikernes yang kemudian berganti nama (kalian tentu
tahu alasannya) menjadi Varg Vikernes yang kemudian lebih dikenal
sebagai Count Grishnackh, motor dari Burzum. Varg tercatat telah
membakar setidaknya 4 gereja dan untuk itu telah beberapa kali ditahan
oleh polisi dan wajahnya menghiasi halaman beberapa media setempat.
Namun berkat pengaruhnya dalam komunitas Black Metal tak seorang pun
yang berani buka mulut dan akhirnya dia kembali bebas karena polisi tak
memiliki bukti apa-apa. Varg kemudian ditangkap karena terbukti membunuh
Oystein Aarseth alias Euronymous pada pagi hari 10 Agustus 1993 dengan
23 tikaman dipunggung dan lehernya. Varg akhirnya dihukum 21 tahun
penjara atas tuduhan pencurian dan pemilikan 125 kg Dinamit dan 26 kg
Glynite, pembakaran 4 gereja, perampokan, dan pembunuhan tingkat satu.
Hal yang paling menarik perhatian saya adalah filosofi dari
pergerakan Black Metal Norwegia ini, alasan kebencian mereka terhadap
Kristen sama sekali tidak seperti yang saya bayangkan selama ini.
Satanis dalam konteks mereka berbeda dengan Anton LaVey dan Crowley.
Mereka melawan Kristen dengan tujuan untuk mengusir mereka dari Norwegia
dan mengembalikan kembali budaya Pagan kuno dan kebangkitan
budaya-budaya Viking kuno seperti misalnya pertumpahan darah dan
membunuh untuk pembalasan dendam. Mereka sangat membenci Kristen yang
begitu mengagung-agungkan kelemahan dan atas simpati mereka kepada
mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan. Oleh karena itulah Inner
Circle menggagaskan ide untuk membakar simbol kebanggaan Kristen di
Norwegia, gereja-gereja kuno indah yang terbuat dari kayu. Mereka
berharap orang-orang Norwegia segera tersadar bahwa mereka tetap
merupakan anak-anak Odin (dewa bangsa Viking).
Dan berikut ini beberapa tanggapan Count Grishnackh seputar beberapa
issu penting. Alasan saya memilih dia sebagai referensi karena dia
merupakan orang nomor 2 dalam elite Black Metal Norwegia, dan juga
Euronymous sendiri jarang memberikan komentar, apalagi dia memang sudah
nggak bisa ngomong lagi.
Pandangan Count Grishnackh mengenai Anton LaVey, Crowley dan “US Church
of Satan” (ini merupakan tanggapannya mengenai tuduhan dari seorang
polisi yang mengatakan bahwa Count Grishnakh membaca buku-buku Anton
Lavey dan Crowley, seperti ditulis didalam buku Lord of Chaos)
Tentu saja saya pernah membaca sebuah buku 20 halaman tulisan
Crowley dan menyadari bahwa buku itu konyol, dan tanpa makna, tapi saya
tidak pernah membaca sebaris kalimatpun tulisan LaVey, dan saya tidak
merasa pernah membaca bukunya, atau buku yang lain dari Crowley. Saya
memang berlangganan THE BURNING FLAME beberapa tahun yang lalu, tapi
hanya untuk dua edisi – dan keduanya saya anggap membuang-buang waktu
(dan sejauh yang saya tahu tidak ada artikel tulisan LaVey, disitu. Jika
pun ada saya tidak menyadarinya.)
Intinya adalah saya tidak suka dengan tuduhan tolol dan tidak
berdasar seperti itu. Kenyataannya saya selalu menentang gereja setan
Amerika plastik ini. Ini berdasarkan pengetahuan saya mengenai pengikut
Crowley dan LaVey di Norwegia dan Swedia – yang bagi saya nampak persis
seperti segala hal yang saya benci. Saya telah lama diperingatkan untuk
menentang satanisme plastik rendahan ini sejak 1991, dan sejujurnya saya
kaget dengan kenyataan bahwa tidak polisi ataupun pengarangnya (buku
Lord of Chaos) menyadari hal ini.
Pandangan Count Grishnackh mengenai Islam
Islam merupakan rival dari agama Kristen, jadi menurut saya
biarkan lah mereka saling menghancurkan satu sama lain. Jika salah satu
dari mereka menang, kami akan bergabung dengan pihak yang lebih lemah,
kemudian akan KAMI basmi begitu kami menjadi yang terkuat. Saat ini
Kristen merupakan pihak yang terkuat, jadi kita tidak seharusnya
menyerang Islam, sebaliknya kita harus bergabung dengan mereka dan
bersama-sama melawan Kristen dan Yahudi. Selain itu, Islam lebih dekat
dengan filosofi hidup kami dibanding Kristen, terlebih lagi mereka
menghormati mereka yang gugur dimedan perang, mereka memiliki sense of
honour dan tentu saja pandangan mereka mengenai perempuan lebih baik
dibandingkan dengan Kristen. Lebih baik ‘Allah hu Akbar’ dipagi hari
tujuh hari seminggu, dibanding bunyi lonceng gereja setiap minggu.
Sebenarnya tidak perlu lagi disebutkan, bahwa tak satupun agama
asing dapat diterima di Eropa KAMI, baik itu Islam, Yahudi, atau Kristen
dan segala bentuknya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan saya adalah, band-band lokal kita
satanis jenis yang mana? Apakah satanis “gimmick” atau satanis “way of
life”. Dan jika memang mereka memilih untuk menjadikan Satanism sebagai
way of life, alasannya apa? Seorang Count Grishnackh saja memiliki
pandangan yang positif mengenai Islam. Satu-satunya alasan
ketidaksukaannya terhadap Islam adalah karena ia seorang rasis dan fasis
dan ia menentang segala hal yang non Norway-Gemanic. Dan kemudian jika
kalian memilih menjadi satanis dan mejadikan LaVey dan Crowley sebagai
acuan, atas dasar apa? Lagi-lagi saya sebutkan, seorang Count Grishnackh
sendiri menganggapnya sebagai konyol dan sampah.
Satanism dalam Metal dan khususnya Black Metal sejak awalnya memang
hanya sekedar gimmick dan sebaiknya tetap seperti itu, Venom dulu
menyebut diri mereka sebagai komponen musikal dari industri hiburan
horror dan mereka berperan sebagai Satans’s Cheerleader, tetapi sesuatu
terjadi ketika Black Metal menyeberangi laut utara dan sampai di
Norwegia………(takuT)
Artikel diatas dilindungi oleh DMCA Web Protection.
Saya tidak akan menanggapi komentarnya mengenai punk dan hardcore, karena saya memang tidak peduli. Yang menarik adalah komentarnya mengenai Black Metal. Ia mengatakan bahwa band-band Black Metal Indonesia itu seperti Srimulat, seperti pelawak. Saya tidak ingat penjelasannya mengenai hubungan band Black Metal lokal ini dengan srimulat. Yang jelas alasan ketidaksukaannya terhadap band Black Metal lokal karena band lokal kita, tidak seperti band luar, beraninya menghina agama orang lain bukannya agama sendiri.
Dari tulisan tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa band Black Metal lokal kita, jika ingin hebat dan diakui seperti band Black Metal luar harus berani menghujat dan mencerca agamanya sendiri, dalam hal ini Islam yang merupakan agama dengan penganut terbesar di Indonesia….Kedengaran bodoh ya?
Ini yang membuat saya terusik, apakah memang menghujat agama sendiri itu merupakan suatu keharusan dalam Black Metal? Trus alasannya apa? Dengan pertanyaan ini didalam kepala, saya mencoba mencari jawaban ….dengan browsing di internet tentu saja. Dan dengan berkunjung ke beberapa situs dan membaca beberapa artikel dan interview, akhirnya saya punya kesimpulan seperti ini: Satanisme dalam Black Metal menurut saya terbagi dua, sekedar gimmick (image yang dibentuk hanya untuk keperluan publisitas) dan way of life. Contoh Black Metal yang sekedar gimmick adalah Venom, Bathory dan tentu saja Cradle of Filth dan juga hampir semua band Black Metal diluar wilayah Norwegia. Mengenai band-band Norwegia ini, orang-orang Inggris dulu sering menertawakan mereka karena mereka (Band Norwegia) justru lebih serius dalam menanggapi Venom. Menanggapi ledekan dari orang-orang Inggris ini, para pengikut Black Metal di Norwegia mengancam akan menyerang band-band Inggris yang melakukan tur di Norwegia, seperti yang akhirnya dialami oleh Paradise Lost.
Satanisme sebagai way of life dalam Black Metal dipelopori oleh band-band Norwegia seperti Mayhem, Burzum dan Darkthrone di akhir 80-an dan awal 90-an. Dengan Oystein Aarseth (alias Euronymous, gitaris Mayhem) sebagai orang nomor satu dan Varg Vikernes (alias Count Grishnackh, Burzum) sebagai tangan kanannya, Inner Circle dengan kedua belas anggotanya termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor) dan Fenriz (Darkthrone) memimpin komunitas Black Metal Norwegia. Inner circle inilah yang menentukan arah pergerakan Black Metal di Norwegia, mereka lah yang menyusun rencana yang nantinya akan dilaksanakan oleh mereka yang berada di Outer Circle. Dan terbakarlah sekitar 14 gereja sejak 1992 dan beberapa penyerangan terhadap band-band metal yang tidak sepaham dengan mereka.
Tokoh paling populer dalam pergerakan Black Metal Norwegia ini tentu saja adalah Kristian Vikernes yang kemudian berganti nama (kalian tentu tahu alasannya) menjadi Varg Vikernes yang kemudian lebih dikenal sebagai Count Grishnackh, motor dari Burzum. Varg tercatat telah membakar setidaknya 4 gereja dan untuk itu telah beberapa kali ditahan oleh polisi dan wajahnya menghiasi halaman beberapa media setempat. Namun berkat pengaruhnya dalam komunitas Black Metal tak seorang pun yang berani buka mulut dan akhirnya dia kembali bebas karena polisi tak memiliki bukti apa-apa. Varg kemudian ditangkap karena terbukti membunuh Oystein Aarseth alias Euronymous pada pagi hari 10 Agustus 1993 dengan 23 tikaman dipunggung dan lehernya. Varg akhirnya dihukum 21 tahun penjara atas tuduhan pencurian dan pemilikan 125 kg Dinamit dan 26 kg Glynite, pembakaran 4 gereja, perampokan, dan pembunuhan tingkat satu.
Hal yang paling menarik perhatian saya adalah filosofi dari pergerakan Black Metal Norwegia ini, alasan kebencian mereka terhadap Kristen sama sekali tidak seperti yang saya bayangkan selama ini. Satanis dalam konteks mereka berbeda dengan Anton LaVey dan Crowley. Mereka melawan Kristen dengan tujuan untuk mengusir mereka dari Norwegia dan mengembalikan kembali budaya Pagan kuno dan kebangkitan budaya-budaya Viking kuno seperti misalnya pertumpahan darah dan membunuh untuk pembalasan dendam. Mereka sangat membenci Kristen yang begitu mengagung-agungkan kelemahan dan atas simpati mereka kepada mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan. Oleh karena itulah Inner Circle menggagaskan ide untuk membakar simbol kebanggaan Kristen di Norwegia, gereja-gereja kuno indah yang terbuat dari kayu. Mereka berharap orang-orang Norwegia segera tersadar bahwa mereka tetap merupakan anak-anak Odin (dewa bangsa Viking).
Dan berikut ini beberapa tanggapan Count Grishnackh seputar beberapa issu penting. Alasan saya memilih dia sebagai referensi karena dia merupakan orang nomor 2 dalam elite Black Metal Norwegia, dan juga Euronymous sendiri jarang memberikan komentar, apalagi dia memang sudah nggak bisa ngomong lagi.
Pandangan Count Grishnackh mengenai Anton LaVey, Crowley dan “US Church of Satan” (ini merupakan tanggapannya mengenai tuduhan dari seorang polisi yang mengatakan bahwa Count Grishnakh membaca buku-buku Anton Lavey dan Crowley, seperti ditulis didalam buku Lord of Chaos)
Tentu saja saya pernah membaca sebuah buku 20 halaman tulisan Crowley dan menyadari bahwa buku itu konyol, dan tanpa makna, tapi saya tidak pernah membaca sebaris kalimatpun tulisan LaVey, dan saya tidak merasa pernah membaca bukunya, atau buku yang lain dari Crowley. Saya memang berlangganan THE BURNING FLAME beberapa tahun yang lalu, tapi hanya untuk dua edisi – dan keduanya saya anggap membuang-buang waktu (dan sejauh yang saya tahu tidak ada artikel tulisan LaVey, disitu. Jika pun ada saya tidak menyadarinya.)
Intinya adalah saya tidak suka dengan tuduhan tolol dan tidak berdasar seperti itu. Kenyataannya saya selalu menentang gereja setan Amerika plastik ini. Ini berdasarkan pengetahuan saya mengenai pengikut Crowley dan LaVey di Norwegia dan Swedia – yang bagi saya nampak persis seperti segala hal yang saya benci. Saya telah lama diperingatkan untuk menentang satanisme plastik rendahan ini sejak 1991, dan sejujurnya saya kaget dengan kenyataan bahwa tidak polisi ataupun pengarangnya (buku Lord of Chaos) menyadari hal ini.
Pandangan Count Grishnackh mengenai Islam
Islam merupakan rival dari agama Kristen, jadi menurut saya biarkan lah mereka saling menghancurkan satu sama lain. Jika salah satu dari mereka menang, kami akan bergabung dengan pihak yang lebih lemah, kemudian akan KAMI basmi begitu kami menjadi yang terkuat. Saat ini Kristen merupakan pihak yang terkuat, jadi kita tidak seharusnya menyerang Islam, sebaliknya kita harus bergabung dengan mereka dan bersama-sama melawan Kristen dan Yahudi. Selain itu, Islam lebih dekat dengan filosofi hidup kami dibanding Kristen, terlebih lagi mereka menghormati mereka yang gugur dimedan perang, mereka memiliki sense of honour dan tentu saja pandangan mereka mengenai perempuan lebih baik dibandingkan dengan Kristen. Lebih baik ‘Allah hu Akbar’ dipagi hari tujuh hari seminggu, dibanding bunyi lonceng gereja setiap minggu.
Sebenarnya tidak perlu lagi disebutkan, bahwa tak satupun agama asing dapat diterima di Eropa KAMI, baik itu Islam, Yahudi, atau Kristen dan segala bentuknya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan saya adalah, band-band lokal kita satanis jenis yang mana? Apakah satanis “gimmick” atau satanis “way of life”. Dan jika memang mereka memilih untuk menjadikan Satanism sebagai way of life, alasannya apa? Seorang Count Grishnackh saja memiliki pandangan yang positif mengenai Islam. Satu-satunya alasan ketidaksukaannya terhadap Islam adalah karena ia seorang rasis dan fasis dan ia menentang segala hal yang non Norway-Gemanic. Dan kemudian jika kalian memilih menjadi satanis dan mejadikan LaVey dan Crowley sebagai acuan, atas dasar apa? Lagi-lagi saya sebutkan, seorang Count Grishnackh sendiri menganggapnya sebagai konyol dan sampah.
Satanism dalam Metal dan khususnya Black Metal sejak awalnya memang hanya sekedar gimmick dan sebaiknya tetap seperti itu, Venom dulu menyebut diri mereka sebagai komponen musikal dari industri hiburan horror dan mereka berperan sebagai Satans’s Cheerleader, tetapi sesuatu terjadi ketika Black Metal menyeberangi laut utara dan sampai di Norwegia………(takuT)